Wednesday 22 February 2017

Uniknya Budaya Jepang Kabuki : Tarian atau Seni Teater ?


Uniknya Budaya Jepang Kabuki : Tarian atau Seni Teater ? - Hai Nakama ! Genki Desu ka ? pada pertemuan kali ini, saya akan mengenalkan kepada nakama tentang Kebudayaan Tradisional Jepang : Kabuki !

Sejarah Tarian Kabuki


Kebudayaan Tradisional Kabuki telah ada sejak awal tahun 1600 an, kebudayaan ini dikenalkan oleh wanita kuil bernama Okuni yang dipertunjukkan pertama kali di atas sungai kering ibukota Kyoto. Sejak saat itu Tarian Kabuki mulai dikenal masyarakat Kyoto. Dulu Kabuki ini berbeda dengan yang dikenal saat ini. Dulunya, tarian kabuki ini dipertunjukkan oleh sekelompok wanita penghibur (Okuni) yang biasa disebut dengan Onna-kabuki, sedangkan yang dibawakan remaja pria disebut Wakashu-kabuki. Akan tetapi pada tahun 1629 banyak wanita penghibur ketika diluar panggung menjadi pelacur, hal itu tentu merusak moral pada saat jaman itu, oleh karena itu akhirnya wanita dilarang untuk mengikuti pertunjukkan kabuki. Tapi tidak lama kemudian, pada tahun 1652 para pria muda pun juga dilarang karena banyak yang ketahuan melakukan hubungan terselubung.

Pada Abad ke-18, kebudayaan tradisional Kabuki ini sempat berubah menjadi drama bunraku dan membuat para aktor kabuki mengadaptasi pertunjukan bunraku ke dalam pementasan kabuki. Semenjak itu terjadi pergeseran pusat kebudayaan yang semula dari Kyoto dan Osaka lalu pindah ke Edo. Dari situlah akhirnya muncul pertunjukan tradisional Yarō kabuki (kabuki pria) yang seluruhnya pertunjukan ini dibawakan oleh pria dewasa. Hal ini dilakukan sebagai bentuk reaksi dilarangnya Onna-kabuki dan Wakashu-kabuki. Para aktor kabuki yang terdiri dari pria dewasa ini juga memainkan peran wanita yang ada di dalam pertunjukan kabuki sehingga hal ini melahirkan konsep baru di dunia estetika. 

Setelah itu pada tahun 1868, seiring masuknya budaya barat di Jepang kabuki pun sempat terancam keberadaannya dan hampir dihapuskan. Namun para aktor terkenal kabuki berhasil mengambil hati kaisar Meiji dengan menampilkan pertunjukkan kabuki dihadapan kaisar yang pada akhirnya Kabuki masih bisa dinikmati hingga masa perang dunia ke II. Pada masa perang banyak aktor kabuki yang terkenal tewas di medan perang. Hal itu tidak membuat kabuki punah sepenuhnya, hanya saja eksistensinya berkurang. Terlebih lagi pada zaman sekarang sudah mengenal per televisian dan film yang menjadi saingan berat seni tradisional ini. Untung saja hingga saat ini Jepang masih menampilkan pertunjukkan kabuki sebagai salah satu simbol khas kebudayaan tradisional dalam seni theater. Jadi kabuki ini merupakan gabungan antara sandiwara dan tari yang disebut juga saat ini sebagai seni teater karena pertunjukkan utamanya dikemas dalam tarian-tarian, namun ada juga yang menyebutnya sebagai tarian kabuki. 

Dalam Pementasan Kabuki Terdapat Beberapa Unsur-Unsur:

1. Unsur Tari


Dalam pementasan seni teater kabuki, unsur tari merupakan unsur penunjang yang sangat penting karena tarian merupakan klimaks dari suatu drama yang dipentaskan. Pada tarian kabuki ini dibagi lagi menjadi 3 jenis yaitu (1) tarian selingan: ditampilkan sebagai sisipan pergantian babak pada drama kabuki, bisa dikatakan juga tarian pelengkap untuk menghilangkan kejenuhan para penonton. (2) tarian drama: tarian ini dimunculkan secara lengkap disertai iringan musik yang menunjang setiap gerakan pemain kabuki dalam memainkan sandiwara agar terlihat sempurna. (3) tarian kepribadian: merupakan tarian adat yang menunjukkan suatu ekspresi tarian rakyat yang menggambarkan tentang kehidupan yang diceritakan dan ditampilkan di atas panggung, biasanya tarian ini dilakukan perorangan untuk menonjolkan suatu kepribadian seseorang.

2. Unsur Musik Pengiring


Dalam seni teater kabuki ini menggunakan beberapa macam instrumen musik sebagai pengiring, diantaranya yaitu taiko seperti gendang, kemudian shamisen yang merupakan alat musik khas jepang yang menyerupai gitar namun hanya bersenar tiga, dan ada juga tsuzumi yang hampir serupa dengan genderang yang dipukul tangan. Selain instrumen ada pun jenis musik yang digolongkan menjadi tiga yaitu (1) Osatsume: merupakan ekspresi musik yang muncul hanya pada adegan yang menakutkan; (2) Kiyomoto: merupakan ekspresi musik yang digunakan untuk pengiring narasi; (3) Nagauta: merupakan nyanyian indah yang disajikan dalam berbagai alur cerita yang merupakan musik terpenting dalam pertunjukkan seni teater kabuki. Selain ketiga musik tersebut tidak lupa juga salah satu musik yang terpenting dalam kabuki yakni Hyosigi. Hyosigi ini merupakan musik yang dimainkan saat layar dibuka dan juga saat penutupan layar.

3. Unsur Panggung

Pada panggung pementasan seni teater tradisional kabuki ini terdapat 6 bagian utama yaitu:
a) Atoza : merupakan bagian belakang panggung. Tempat ini diisi oleh para pemain musik pengiring yang biasa disebut ayashikata.
b) Wakiza : merupakan bagian samping kanan panggung. Tempat ini diisi oleh penyanyi yang biasanya berjumlah sekitar 8 atau 9 orang. 
c) Honbutai : merupakan panggung utama, tempat dimana pertunjukan kabuki berlangsung.
d) Hanamichi : merupakan panggung yang terletak sebelah kiri dan kanan yang berupa lorong panjang hingga menerobos diantara kursi penonton, namun pada umumnya yang sering digunakan bagian sebelah kiri.
e) Mawari Butai : merupakan panggung yang bisa berputar dan digerakkan oleh petugas dari bawah panggung, namun saat ini karena sudah canggih panggung digerakkan oleh tenaga listrik. Mawari Butai ini berfungsi untuk mengganti peralihan babak atau latar belakang dengan cepat. 
f) Oozeri : merupakan panggung mini yang sudah dipersiapkan diawal untuk akses naik turun para lakon seni teater kabuki.

4. Unsur Pemain / Peran


Seperti yang sudah dijelaskan diawal pemeran seni teater kabuki saat ini semuanya adalah pria dewasa, namun dalam pertunjukkan ada beberapa pemain pria yang memerankan peran sebagai wanita. Peran wanita ini disebut juga onnagata atau tateoyama. Dari peran wanita terdapat 3 tingkatan dalam seni teater kabuki yaitu :
a) Hime dan machimusume: atau yang kita kenal sebagai wanita muda
b) Okugata dan sewayobo: atau kita kenal sebagai wanita dewasa
c) Fukeoyama: atau kita kenal sebagai wanita tua

Selain itu pada seni teater tradisional kabuki ini ada juga 2 jenis peran dasar yaitu wagoto dan aragoto. Wagoto merupakan jenis dasar seni teater tradisional kabuka yang mencerminkan tentang realitas kehidupan masyarakat kota Jepang yang berkembang di daerah Kansai. Karakter utamanya bersifat naturalisme dan inti ceritanya menceritakan tentang kisah cinta antara pria dan wanita. Sedangkan Aragoto merupakan jenis peran yang menggambarkan semangat masyarakat kota di daerah Edo. Aragoto ini bersifat antagonis seperti sombong, kasar dan keras kepala. Peran Aragoto ini biasanya dipakai ke dalam cerita kepahlawanan, semangat yang berkobar, kegagahan, sehingga hampir tidak terlihat unsur lemah lembutnya sama sekali alias bertentangan dengan Wagoto. Oleh sebab itu pada make up pemain Aragoto ini biasanya dibuat warna merah terang, hitam, dan biru. Warna-warna tersebut biasa disebut kumadori yang diyakini oleh masyarakat Jepang melambangkan kekuatan manusia yang sangat besar.

5. Unsur Cerita 


Sejak awal abad ke- 19 urutan alur pada seni teater tradisional kabuki ini dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu: 

1) Jidaimono: atau kita kenal sebagai cerita tentang sejarah
Cerita yang bersumber kisah-kisah sejarah ini biasanya menceritakan pertempuran antara keluarga Taira dengan Minamoto, Hojo dengan Shogun Ashikaga, Toyotomi Hideyoshi dengan Odanobunaga, dan kisah tentang si pemberani dengan si pembayar pajak, serta keadaan masyarakat Jepang saat pemerintahan Tokugawa. Kemudian ada juga cerita mengenai kehidupan antara kalangan bagsawan atau kalangan istana yang disebut ochomono, dan cerita yang menceritakan mengenai skandal yaitu oie sodomono. 

2) Sewamono: atau kita kenal sebagai cerita tentang kehidupan sehari-hari 
Cerita ini bersumber tentang realitas kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang yang menyinggung tentang kesulitan hidup, tindak kejahatan, macam-macam profesi. Misalnya saja kisah pembuat onar, pengemis, penata rambut, bahkan cerita tentang kehidupan penjahat. Berkaitan unsur cerita tersebut, salah satu yang menjadi penunjang kepopuleran seni teater tradisional kabuki ini terletak pada naskah asli kabuki yang disebut juga “kizewamono”. Naskah tersebut ditulis dengan bahasa Jepang jaman dulu yang isinya menggambarkan hal yang erotis, siksaan, serta kehidupan masyarakat kalangan bawah yang menyedihkan pada jaman Tokugawa. Dan bahasa jaman dulu yang digunakan dalam kabuki yaitu bahsa Koten. Kizewamono dikatakan sebagai naskah asli dikarenakan naskah ini masih belum terpengaruhi oleh karya-karya drama bunraku. 


5. Unsur Penggunaan Dialog 


Dalam seni teater tradisional kabuki ini fungsi dialog adalah untuk memperjelas serta mengekspresikan setiap adegan dengan jelas. Unsur dialog dalam seni teater kabuki ini mulai banyak dikenal dikarenakan akibat dari larangan pemerintahan Bufuku yang tidak mengizinkan adanya tarian serta lagu yang membangkitkan nafsu birahi. Oleh karena itu munculah dilog yang memperkuat ekspresi yang dilakukan masih dalam batas wajar. Dari dialog tersebut munculah cerita aragoto yang dibuat oleh Ichikawa Danjuro dengan naskah pertamanya yang berjudul “Shintenno Osamadachi”. Dialog ini ditampilkan pertama kali di Edo pada tahun 1637. 
Load disqus comments

0 komentar